23.51

“Sungguh Kami ini anak kelinci. Lompat sana-sini tak tau kemana. Berlari dari kejaran monster-monster berdasi. Berharap secercah cahaya.”
“Gelisah, oh aku gelisah”.. Aku berhenti sejenak dibawah pohon Pancasila. Mendengar jelas teriakannya. Aku mendekat lalu dia bercerita seperti biasanya.
Selama setengah abad lebih Indonesia merdeka, telah meninggalkan jejak-jejak kepemimpinan di negeri ini. Tujuh kali sudah pergantian presiden yang beberapa diantaranya dipilih langsung oleh rakyat. Berbagai gaya kepemimpinan kita temui, dari yang otoriter sampai yang demokratis. Dari kalangan militer sampai pengusaha meubel. Dan ini merupakan sebuah perjalanan panjang yang telah ditempuh demokrasi kita. Kesemuanya itu menorehkan kemajuan-kemajuan untuk bangsa ini dan tidak sedikit pula meninggalkan kecacatan.
Founding father’s kita diawal pembentukan NKRI telah membuka babak baru bagi penentuan bangsa Indonesia untuk hidup diatas kaki sendiri. Lima sila yang dirumuskan dengan para pendiri bangsa lainnya menjadi dasar bagi kiprah negara kita menuju Indonesia yang merdeka.
Ibarat sebuah benang, dia sudah terbentang dan diarahkan pada sebuah tujuan. Yang seharusnya berjalan dengan halus dan ringan jika berjalan dengan benar.
Namun, seperti ada yang salah dengan birokrasi Indonesia, Setelah terjadi pergantian beberapa pemerintahan semakin lama negeri ini tak kunjung sejahtera. Salah satu penyebabnya dari perpolitikan yang berjalan di Indonesia sendiri. Politik yang hanya berisi manusia-manusia rakus yang haus harta dan kekuasaan. Mencipta sistem dan program untuk kepentingannya sendiri, melanggengkan kekuasaannya menghalalkan segala cara. Melupakan tugas yang diamanahkan rakyat kepadanya.
Entah siapa yang memulai, yang jelas benang merah yang seharusnya berjalan dengan benar menjadi kusut tak beraturan. Kusut terjadi dimana-mana dari pemerintahan sendiri, hingga kesektor-sektor lainnya. Seperti ekonomi, sosial kemasyarakatan bahkan pendidikan. Pendidikan di Indonesia yang seharusnya menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran guna mencetak generasi penerus bangsa yang bertakwa dan cerdas. Justru kusut pada pelaksanaannya. Penyelenggaraan ujian nasional setiap tahunnya yang menjadi penentu kelulusan siswa pada saat itu ternyata juga tak berjalan dengan benar. Disana-sini banyak kebocoran, naskah kurang, bahkan harus difoto kopi yang seharusnya menjadi naskah yang sangat rahasia. Kurikulum 2013 yang seharusnya menjadi pedoman baru bagi penyelenggaraan pendidikan kita, tak jua berjalan dengan semestinya.
Belum lagi sektor ekonomi, berapa sudah hutang kita pada negara lain? Tak terhitung jumlahnya. Harga bahan pangan menjulang, tak diringi kesejahteraan rakyat yang seimbang, kemiskinan menjadi-jadi, banyak anak tak sekolah, mencipta pengangguran. Lalu timbuhlah masalah-masalah baru yang membuat keresahan masyarakat. Kriminal dimana-mana, perampokan, pencurian. Yang menjadi imbas dari masalah-masalah sebelumnya.
Memang, jika sekali benang kusut, maka akan sulit mengembalikannya seperti semula. Justru menjadi pemicu kusut benang selanjutnya.
Tak pelak, setiap pergantian pemerintah. Sebenarnya perebutan kursi setiap lima tahun itu tak lain memperebutkan benang yang sudah sangat-sangat kusut. Pemerintahan sebelumnya bukan malah mengudar kusut benang itu, tetapi justru menambah kusut benang yang baru. Kasihan sekali presiden yang baru, harus berjuang untuk melepas setiap benang yang kusut. Memecahkan problem-problem yang diwariskan pemerintahan sebelumnya.
Indonesia diawal pemerintahan Presiden Jokowi baru-baru ini dikejutkan dengan persoalan kenaikan BBM. Banyak dari berbagai kalangan yang menolak kenaikan tersebut, namun tidak sedikit  pula yang pro. Kenaikan ini memang sesuatu yang tak dapat dihindari, bahkan sebenarnya dalam pemerintahan SBY pun harga BBM memang akan dinaikan, tetapi kenaikan itu belum dikehendakinya. Sehingga ketika pergantian pemerintah, Jokowi mau tidak mau memang harus menaikan harga BBM. Menurutnya, alokasi anggaran untuk subsidi energi sudah terlalu besar dan tak sebanding dengan alokasi angggaran untuk sektor pembangunan. “Di APBN 2015 sekitar Rp 300 triliun dialokasikan untuk subsidi BBM. Dalam lima tahun, subsidi BBM mencapai Rp 714 triliun”. (Detik.com)
Rakyat memang harus bersabar menyikapi kenaikan ini. Pasalnya berdasarkan letak geografis, Indonesia merupakan negara kepulauan. Hal ini menyebabkan sulit meratanya kesejahteraan sosial yang cenderung terpusat di Pulau Jawa, ini diakibatkan karena kurang nya jalur transportasi yang menjadi faktor penting untuk mengakses dan juga pendistribusian apapun menuju pulau-pulau yang ada di Indonesia. Jadi memang selayaknya dari pengalihan subsidi dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur yang selalu digembar-gemborkannya.  Karena memang itulah yang seharusnya  kita miliki untuk penditribusian barang-barang ekonomi . Jalan, jalur kereta api, jembatan dan sebagainya nantinya akan lebih memudahkan kegiatan perekonomian kita. Ditambah lagi sumber daya alam yang begitu melimpah di Indonesia juga belum terkelola dengan baik, hal ini disebabkan karena kita belum mampu mengelolanya sendiri. Sehingga sebagai langkah awal untuk pengelolaan SDA tersebut maka apa yang harus dilakukannya sudah sesuai dengan kebutuhan kita adalah membangun jalur transportasi untuk mengakses lokasi-lokasi terpencil tempat sumber daya alam itu berada yang nantinya sebagai jalur distribusi dari hasil SDA tersebut.
Tentu kegiatan masyarakat Indonesia juga tidak lagi terkendala masalah transportasi. Harga bahan pokok lebih murah karena tak perlu khawatir dengan biaya transportasi, penyaluran buku-buku paket pelajaran juga lebih cepat bagi sekolah yang jauh dari pusat pemerintahan, pemerintah juga lebih mudah blusukan ke pelosok-pelosok negeri untuk memperhatikan kondisi masyarakat Indonesia. Sehingga tak perlu terjadi ada pulau yang tak terjamah kesejahteraannya. Dimana harga-harga bahan pokok sangat tinggi disana, sulitnya mencari lapangan pekerjaan, tak meratanya pendidikan bagi anak-anak di pulau itu. Dan masih banyak lagi.
Tentunya kita berharap agar pengalokasian subsidi BBM pada pembangunan infrastruktur, berjalan dengan baik. Diiringi transparansi keuangan terkait kebijakan ini. Sehingga masyarakat luas dapat ikut serta mengawal jalannya kebijakan tersebut.
Terlepas dari masalah-masalah yang menghinggapi bangsa ini, sesungguhnya sudah sewajarnya suatu negara memiliki problem-problem yang muncul, bahkan negara maju sekalipun. Namun ada banyak jalan untuk mengatasinya, beberapa diantaranya : Pertama, negeri ini beragam suku, watak dan juga beragam latar belakang politik. Apa yang harus dilakukan adalah menyatukan kekuatan untuk bersama membangun Indonesia. menumbuhkan kembali semangat gotong royong yang mulai tergerus arus globalisasi. Akan sangat kuat sekali negeri ini apabila perpecahan bisa diminimalisir, baik dikubu pemerintahan maupun pada elemen-elemen negara yang lain dan juga masyarakat tentunya. Dua koalisi besar yang ada ditubuh pemerintahan jika keduanya menyamakan visi, mengesampingkan ego, melaksanakan tugas tanpa mengharap apapun kecuali demi kesejahteraan bangsa Indonesia, tentu akan lebih mudah menjalankan roda pemerintahan karena semuanya saling mendukung dan  bersatu.
Kedua, menguatkan kembali semangat Pancasila yang menjadi dasar negara ini yang mulai menghilang. Kita amalkan kelima sila dan juga nilai-nilai yang terkandung didalamnya dalam kehidupan sehari-hari, apabila hal ini dilakukan maka apa yang merupakan cita-cita dari pendiri bangsa Indonesia akan benar-benar terlaksana. Ketiga, revolusi mental. Krisis multidimensional yang melanda Indonesia salah satunya disebabkan oleh pendidikan yang hanya mencerdaskan otak saja, tidak diimbangi dengan kecerdasan emosional serta akhlak. Guru sebagai ujung tombak pendidikan berperan penting menyeimbangkan kedua aspek tersebut dalam pembelajaran, agar kelak para lulusan yang merupakan generasi penerus bangsa, adalah calon-calon pemimpin yang cerdas dan juga bertakwa. Sehingga tak perlu lagi kita temukan penyimpangan-penyimpangan sosial, tindakan KKN, dan kriminal. Keempat, revolusi scientific. Sumber daya alam di Indonesia sangat melimpah namun tidak semuanya terkelola dengan baik, bahkan mungkin ada yang belum terjamah. Ini disebabkan karena kurangnya ilmuan di negeri ini yang melakukan penelitian dan penemuan-penemuan baru untuk menciptakan sebuah produk yang mampu mengolah SDA di Indonesia. Maka kita perlu melakukan gerakan-gerakan ilmiah. Langkah awal dari semua ini adalah memperbanyak sekolah dan perguruan tinggi yang berwawasan sains dan IPTEK. Yang nantinya akan mencetak ilmuan-ilmuan yang siap untuk melakukan penemuan-penemuan baru dan juga penelitian-penelitian. Apabila Indonesia dapat memaksimalkan seluruh potensi yang dimiliki tentu bukan tidak mungkin suatu hari nanti bangsa ini dapat berdiri diatas kaki sendiri.
 Tentu masih banyak lagi, solusi yang baik untuk mengudar benang yang sudah sangat-sangat kusut ini. Sebagai rakyat perlulah selalu mengawal kebijakan-kebijakan pemerintah.

0 komentar:

Posting Komentar