“Sungguh Kami ini anak kelinci. Lompat
sana-sini tak tau kemana. Berlari dari kejaran monster-monster berdasi.
Berharap secercah cahaya.”
“Gelisah, oh aku gelisah”.. Aku berhenti
sejenak dibawah pohon Pancasila. Mendengar jelas teriakannya. Aku mendekat lalu
dia bercerita seperti biasanya.
Selama setengah abad lebih Indonesia merdeka,
telah meninggalkan jejak-jejak kepemimpinan di negeri ini. Tujuh kali sudah
pergantian presiden yang beberapa diantaranya dipilih langsung oleh rakyat. Berbagai
gaya kepemimpinan kita temui, dari yang otoriter sampai yang demokratis. Dari
kalangan militer sampai pengusaha meubel. Dan ini merupakan sebuah perjalanan
panjang yang telah ditempuh demokrasi kita. Kesemuanya itu menorehkan
kemajuan-kemajuan untuk bangsa ini dan tidak sedikit pula meninggalkan kecacatan.
Founding father’s kita diawal pembentukan NKRI telah membuka
babak baru bagi penentuan bangsa Indonesia untuk hidup diatas kaki sendiri.
Lima sila yang dirumuskan dengan para pendiri bangsa lainnya menjadi dasar bagi
kiprah negara kita menuju Indonesia yang merdeka.
Ibarat sebuah benang, dia sudah terbentang dan
diarahkan pada sebuah tujuan. Yang seharusnya berjalan dengan halus dan ringan
jika berjalan dengan benar.
Namun, seperti ada yang salah dengan birokrasi
Indonesia, Setelah terjadi pergantian beberapa pemerintahan semakin lama negeri
ini tak kunjung sejahtera. Salah satu penyebabnya dari perpolitikan yang
berjalan di Indonesia sendiri. Politik yang hanya berisi manusia-manusia rakus
yang haus harta dan kekuasaan. Mencipta sistem dan program untuk kepentingannya
sendiri, melanggengkan kekuasaannya menghalalkan segala cara. Melupakan tugas
yang diamanahkan rakyat kepadanya.
Entah siapa yang memulai, yang jelas benang
merah yang seharusnya berjalan dengan benar menjadi kusut tak beraturan. Kusut
terjadi dimana-mana dari pemerintahan sendiri, hingga kesektor-sektor lainnya.
Seperti ekonomi, sosial kemasyarakatan bahkan pendidikan. Pendidikan di
Indonesia yang seharusnya menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran guna
mencetak generasi penerus bangsa yang bertakwa dan cerdas. Justru kusut pada
pelaksanaannya. Penyelenggaraan ujian nasional setiap tahunnya yang menjadi
penentu kelulusan siswa pada saat itu ternyata juga tak berjalan dengan benar.
Disana-sini banyak kebocoran, naskah kurang, bahkan harus difoto kopi yang
seharusnya menjadi naskah yang sangat rahasia. Kurikulum 2013 yang seharusnya
menjadi pedoman baru bagi penyelenggaraan pendidikan kita, tak jua berjalan
dengan semestinya.
Belum lagi sektor ekonomi, berapa sudah hutang
kita pada negara lain? Tak terhitung jumlahnya. Harga bahan pangan menjulang,
tak diringi kesejahteraan rakyat yang seimbang, kemiskinan menjadi-jadi, banyak
anak tak sekolah, mencipta pengangguran. Lalu timbuhlah masalah-masalah baru
yang membuat keresahan masyarakat. Kriminal dimana-mana, perampokan, pencurian.
Yang menjadi imbas dari masalah-masalah sebelumnya.
Memang, jika sekali benang kusut, maka akan
sulit mengembalikannya seperti semula. Justru menjadi pemicu kusut benang
selanjutnya.
Tak pelak, setiap pergantian pemerintah. Sebenarnya
perebutan kursi setiap lima tahun itu tak lain memperebutkan benang yang sudah sangat-sangat
kusut. Pemerintahan sebelumnya bukan malah mengudar kusut benang itu, tetapi
justru menambah kusut benang yang baru. Kasihan sekali presiden yang baru,
harus berjuang untuk melepas setiap benang yang kusut. Memecahkan
problem-problem yang diwariskan pemerintahan sebelumnya.
Indonesia diawal pemerintahan Presiden Jokowi
baru-baru ini dikejutkan dengan persoalan kenaikan BBM. Banyak dari berbagai
kalangan yang menolak kenaikan tersebut, namun tidak sedikit pula yang pro. Kenaikan ini memang sesuatu yang
tak dapat dihindari, bahkan sebenarnya dalam pemerintahan SBY pun harga BBM
memang akan dinaikan, tetapi kenaikan itu belum dikehendakinya. Sehingga ketika
pergantian pemerintah, Jokowi mau tidak mau memang harus menaikan harga BBM. Menurutnya,
alokasi anggaran untuk subsidi energi sudah terlalu besar dan tak sebanding
dengan alokasi angggaran untuk sektor pembangunan. “Di APBN 2015 sekitar Rp 300
triliun dialokasikan untuk subsidi BBM. Dalam lima tahun, subsidi BBM mencapai
Rp 714 triliun”. (Detik.com)
Rakyat memang harus bersabar menyikapi
kenaikan ini. Pasalnya berdasarkan letak geografis, Indonesia merupakan negara
kepulauan. Hal ini menyebabkan sulit meratanya kesejahteraan sosial yang cenderung
terpusat di Pulau Jawa, ini diakibatkan karena kurang nya jalur transportasi
yang menjadi faktor penting untuk mengakses dan juga pendistribusian apapun
menuju pulau-pulau yang ada di Indonesia. Jadi memang selayaknya dari pengalihan
subsidi dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur yang selalu digembar-gemborkannya.
Karena memang itulah yang
seharusnya kita miliki untuk
penditribusian barang-barang ekonomi . Jalan, jalur kereta api, jembatan dan
sebagainya nantinya akan lebih memudahkan kegiatan perekonomian kita. Ditambah
lagi sumber daya alam yang begitu melimpah di Indonesia juga belum terkelola
dengan baik, hal ini disebabkan karena kita belum mampu mengelolanya sendiri. Sehingga
sebagai langkah awal untuk pengelolaan SDA tersebut maka apa yang harus
dilakukannya sudah sesuai dengan kebutuhan kita adalah membangun jalur transportasi
untuk mengakses lokasi-lokasi terpencil tempat sumber daya alam itu berada yang
nantinya sebagai jalur distribusi dari hasil SDA tersebut.
Tentu kegiatan masyarakat Indonesia juga tidak
lagi terkendala masalah transportasi. Harga bahan pokok lebih murah karena tak
perlu khawatir dengan biaya transportasi, penyaluran buku-buku paket pelajaran
juga lebih cepat bagi sekolah yang jauh dari pusat pemerintahan, pemerintah
juga lebih mudah blusukan ke pelosok-pelosok negeri untuk memperhatikan
kondisi masyarakat Indonesia. Sehingga tak perlu terjadi ada pulau yang tak
terjamah kesejahteraannya. Dimana harga-harga bahan pokok sangat tinggi disana,
sulitnya mencari lapangan pekerjaan, tak meratanya pendidikan bagi anak-anak di
pulau itu. Dan masih banyak lagi.
Tentunya kita berharap agar pengalokasian
subsidi BBM pada pembangunan infrastruktur, berjalan dengan baik. Diiringi
transparansi keuangan terkait kebijakan ini. Sehingga masyarakat luas dapat
ikut serta mengawal jalannya kebijakan tersebut.
Terlepas dari masalah-masalah yang menghinggapi
bangsa ini, sesungguhnya sudah sewajarnya suatu negara memiliki problem-problem
yang muncul, bahkan negara maju sekalipun. Namun ada banyak jalan untuk
mengatasinya, beberapa diantaranya : Pertama, negeri ini beragam suku,
watak dan juga beragam latar belakang politik. Apa yang harus dilakukan adalah menyatukan
kekuatan untuk bersama membangun Indonesia. menumbuhkan kembali semangat gotong
royong yang mulai tergerus arus globalisasi. Akan sangat kuat sekali negeri ini
apabila perpecahan bisa diminimalisir, baik dikubu pemerintahan maupun pada
elemen-elemen negara yang lain dan juga masyarakat tentunya. Dua koalisi besar
yang ada ditubuh pemerintahan jika keduanya menyamakan visi, mengesampingkan
ego, melaksanakan tugas tanpa mengharap apapun kecuali demi kesejahteraan
bangsa Indonesia, tentu akan lebih mudah menjalankan roda pemerintahan karena semuanya
saling mendukung dan bersatu.
Kedua, menguatkan kembali semangat Pancasila yang
menjadi dasar negara ini yang mulai menghilang. Kita amalkan kelima sila dan
juga nilai-nilai yang terkandung didalamnya dalam kehidupan sehari-hari, apabila
hal ini dilakukan maka apa yang merupakan cita-cita dari pendiri bangsa
Indonesia akan benar-benar terlaksana. Ketiga, revolusi mental. Krisis
multidimensional yang melanda Indonesia salah satunya disebabkan oleh
pendidikan yang hanya mencerdaskan otak saja, tidak diimbangi dengan kecerdasan
emosional serta akhlak. Guru sebagai ujung tombak pendidikan berperan penting menyeimbangkan
kedua aspek tersebut dalam pembelajaran, agar kelak para lulusan yang merupakan
generasi penerus bangsa, adalah calon-calon pemimpin yang cerdas dan juga
bertakwa. Sehingga tak perlu lagi kita temukan penyimpangan-penyimpangan sosial,
tindakan KKN, dan kriminal. Keempat, revolusi scientific. Sumber
daya alam di Indonesia sangat melimpah namun tidak semuanya terkelola dengan
baik, bahkan mungkin ada yang belum terjamah. Ini disebabkan karena kurangnya
ilmuan di negeri ini yang melakukan penelitian dan penemuan-penemuan baru untuk
menciptakan sebuah produk yang mampu mengolah SDA di Indonesia. Maka kita perlu
melakukan gerakan-gerakan ilmiah. Langkah awal dari semua ini adalah
memperbanyak sekolah dan perguruan tinggi yang berwawasan sains dan IPTEK. Yang
nantinya akan mencetak ilmuan-ilmuan yang siap untuk melakukan
penemuan-penemuan baru dan juga penelitian-penelitian. Apabila Indonesia dapat
memaksimalkan seluruh potensi yang dimiliki tentu bukan tidak mungkin suatu
hari nanti bangsa ini dapat berdiri diatas kaki sendiri.
Tentu
masih banyak lagi, solusi yang baik untuk mengudar benang yang sudah
sangat-sangat kusut ini. Sebagai rakyat perlulah selalu mengawal
kebijakan-kebijakan pemerintah.
0 komentar:
Posting Komentar