http://imgsdown.1mobile.com/group1/M00/C2/77/S340LlSbEwyAAn86AAJtVIzFP-I26.jpeg
“Sungguh Kami ini anak kelinci. Lompat
sana-sini tak tau kemana. Berlari dari kejaran monster-monster berdasi.
Berharap secercah cahaya.”
Tak ada yang sempurna, sering kita mendengar
kalimat itu. Seperti sebuah ungkapan pembelaan diri terhadap hasil kerja yang
tidak memuaskan. Kesempurnaan itu memang
tak ada. Hanya Allah yang memiliki, karena Dia sang Maha Sempurna. Setidaknya
kalimat itulah yang sering aku dengar. Didunia ini, semua orang bekerja,
berusaha untuk berkarya, bertahan hidup dengan lingkungan kerja masing-masing
dengan tuntutan kerja masing-masing. Semua itu hanya untuk mencari kehidupannya
sendiri, mencari kesenangan diri untuk kepentingan sendiri. Sehingga orang bekerja,
memang hanya untuk mengurusi dunia nya sendiri. Entahlah, namun satu hal yang
membuat cahaya kemaslahatan tetap menyala, para pejuang, pegiat pendidikan yang
tak kenal lelah menyinari anak didiknya tanpa terpikirkan nasibnya oleh yang
berkuasa, pendakwah yang berjuang dijalan Allah tanpa pamrih, tak mengaharapkan
imbalan, tujuannya hanya Allah semata, kemaslahatan umat. Namun hanya
segelintir orang yang mampu dan kuat melakukan itu. Tak ada yang sempurna. Aku
tahu itu.
Ada begitu banyak bidang garapan untuk manusia
berkarya. Disatu sisi ada yang bersentuhan langsung dengan masyarakat disisi
lain terus berkutat untuk keuntungan diri sendiri. Seperti halnya bidang kerja
yang lainnya, tentu kita melihat dunia pendidikan merupakan bidang kerja yang
berkaitan langsung dengan masyarakat. Ya, tempat kerja bagi guru dan staff yang
bertugas. Tugasnya menyelenggarakan pendidikan, melatih, membimbing peserta
didik untuk menjadi manusia yang cerdas, beriman serta tumbuh menjadi manusia
yang dewasa. Namun karena merupakan bidang kerja, sehingga memang dunia
pendidikan hanya sebagai lahan untuk mencari uang. Ini terlihat dari tingkat
kementrian sampai tingkat sekolah. Dari tingkat kementrian, kebijakan yang
dihasilkan oleh pemerintah merupakan kebijakan yang dikeluarkan sebagai upaya
membeda, tidak ingin sama dengan kebijakan pemerintah terdahulu. Sehingga
kebijakan yang diihasilkan tidak relevan dengan kondisi lapangan yang ada. Kondisi
ini mengakibatkan perombakan kebiijakan dari pemerintah dahulu menuju kebijakan
pemerintah baru cenderung dipaksakan. Akibatnya banyak kebijakan-kebijakan yang
sudah dikeluarkan dan menghabiskan dana banyak ditarik lagi dan atau hanya
berlaku ditempat tertentu. Contoh yang paling nyata dan pahit adalah kurikulum
2013. Tanggal pelaksanakan sudah ditentukan, namun tidak semua sekolah mampu
menyelenggarakannya. Terlebih buku pegangan yang seharusnya menjadi bahan
belajar tak juga kunjung datang. Sehingga hanya sekolah-sekolah yang berada
dikota saja yang dapat menjalankan kurikulum 13. Sementara sekolah yang berada
di daerah, pelosok dan jauh dari perkotaan menjalankan KTSP. Tentu outputnya
akan berbeda, sementara tuntutan masa depan semakin tinggi. Mengapa sebelum pengeluaran
kebiijakan itu sekolah-sekolah terpencil tak dipikirkan kesiapannya? Dunia
kerja memang seperti itu, sekedar menunaikan tugas saja lalu dapat uang. Dan
kita membiarkannya hidup terus menerus hingga mereka tua di sana, tua pun dapat
uang atas “tugas” yang sudah dilakukannya.
Mungkin siswa adalah kelinci, obyek percobaan
dunia pendidikan yang berlangsung sejak zaman penjajahan sampai jaman yang kita
tidak tahu apakah kita sudah merdeka? Sudahlah memang kita hanya kelinci. Putih
suci dan tak berdaya dihadapan pisau-pisau mereka.
0 komentar:
Posting Komentar