23.47
http://imgsdown.1mobile.com/group1/M00/C2/77/S340LlSbEwyAAn86AAJtVIzFP-I26.jpeg


“Sungguh Kami ini anak kelinci. Lompat sana-sini tak tau kemana. Berlari dari kejaran monster-monster berdasi. Berharap secercah cahaya.”
Tak ada yang sempurna, sering kita mendengar kalimat itu. Seperti sebuah ungkapan pembelaan diri terhadap hasil kerja yang tidak memuaskan.  Kesempurnaan itu memang tak ada. Hanya Allah yang memiliki, karena Dia sang Maha Sempurna. Setidaknya kalimat itulah yang sering aku dengar. Didunia ini, semua orang bekerja, berusaha untuk berkarya, bertahan hidup dengan lingkungan kerja masing-masing dengan tuntutan kerja masing-masing. Semua itu hanya untuk mencari kehidupannya sendiri, mencari kesenangan diri untuk kepentingan sendiri. Sehingga orang bekerja, memang hanya untuk mengurusi dunia nya sendiri. Entahlah, namun satu hal yang membuat cahaya kemaslahatan tetap menyala, para pejuang, pegiat pendidikan yang tak kenal lelah menyinari anak didiknya tanpa terpikirkan nasibnya oleh yang berkuasa, pendakwah yang berjuang dijalan Allah tanpa pamrih, tak mengaharapkan imbalan, tujuannya hanya Allah semata, kemaslahatan umat. Namun hanya segelintir orang yang mampu dan kuat melakukan itu. Tak ada yang sempurna. Aku tahu itu.
Ada begitu banyak bidang garapan untuk manusia berkarya. Disatu sisi ada yang bersentuhan langsung dengan masyarakat disisi lain terus berkutat untuk keuntungan diri sendiri. Seperti halnya bidang kerja yang lainnya, tentu kita melihat dunia pendidikan merupakan bidang kerja yang berkaitan langsung dengan masyarakat. Ya, tempat kerja bagi guru dan staff yang bertugas. Tugasnya menyelenggarakan pendidikan, melatih, membimbing peserta didik untuk menjadi manusia yang cerdas, beriman serta tumbuh menjadi manusia yang dewasa. Namun karena merupakan bidang kerja, sehingga memang dunia pendidikan hanya sebagai lahan untuk mencari uang. Ini terlihat dari tingkat kementrian sampai tingkat sekolah. Dari tingkat kementrian, kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah merupakan kebijakan yang dikeluarkan sebagai upaya membeda, tidak ingin sama dengan kebijakan pemerintah terdahulu. Sehingga kebijakan yang diihasilkan tidak relevan dengan kondisi lapangan yang ada. Kondisi ini mengakibatkan perombakan kebiijakan dari pemerintah dahulu menuju kebijakan pemerintah baru cenderung dipaksakan. Akibatnya banyak kebijakan-kebijakan yang sudah dikeluarkan dan menghabiskan dana banyak ditarik lagi dan atau hanya berlaku ditempat tertentu. Contoh yang paling nyata dan pahit adalah kurikulum 2013. Tanggal pelaksanakan sudah ditentukan, namun tidak semua sekolah mampu menyelenggarakannya. Terlebih buku pegangan yang seharusnya menjadi bahan belajar tak juga kunjung datang. Sehingga hanya sekolah-sekolah yang berada dikota saja yang dapat menjalankan kurikulum 13. Sementara sekolah yang berada di daerah, pelosok dan jauh dari perkotaan menjalankan KTSP. Tentu outputnya akan berbeda, sementara tuntutan masa depan semakin tinggi. Mengapa sebelum pengeluaran kebiijakan itu sekolah-sekolah terpencil tak dipikirkan kesiapannya? Dunia kerja memang seperti itu, sekedar menunaikan tugas saja lalu dapat uang. Dan kita membiarkannya hidup terus menerus hingga mereka tua di sana, tua pun dapat uang atas “tugas” yang sudah dilakukannya.
Mungkin siswa adalah kelinci, obyek percobaan dunia pendidikan yang berlangsung sejak zaman penjajahan sampai jaman yang kita tidak tahu apakah kita sudah merdeka? Sudahlah memang kita hanya kelinci. Putih suci dan tak berdaya dihadapan pisau-pisau mereka.


0 komentar:

Posting Komentar